Seni Penca Silat Kecamatan Cisewu
Tak Bertahta Tak Berdaya
Tanpa Perhatian Pemerintah
Hirup
teu neut, paeh teu hos. Kata-kata itulah yang pantas bagi perkembangan seni
Penca Silat di Kecamatan Cisewu akhir-akhir ini. Hidup enggan mati tak mau.
Beberapa perguruan Silat telah gulung tikar, karena sepi peminat. Peristiwa
ini, seperti yang dialami Sanggar Seni Gagak Karancang Kecamatan Cisewu. Murid
yang awalnya berjumlah puluhan orang kini yang tersisa cuma 15 (lima belas)
orang. Penurunan jumlah yang miris bila dibandingkan anak-anak masuk ke sebuah
pesantren.
“Ini terjadi karena beberapa faktor: pertama, kurangnya dorongan dari orang
tua murid. Kemungkinan mereka menganggap Silat bukanlah ilmu penting untuk
dipelajari. Hanya dijadikan sampingan kegiatan anak, untuk mengisi waktu-waktu
luang. Kedua, Pembina seni sanggar
bisa jadi kurang sosialisasi dan membuat satu pemahaman dengan masyarakat bahwa
nilai-nilai budaya itu wajib dipertahankan dengan didasari beberapa alasan.
Bahwa akar budaya untuk pijakan kita hidup, sebagai identitas berbangsa dan
bernegara,” Ujar Rohana GP, S.Pd. Koordinator bidang pembinaan pencasilat Gagak
Karancang (GK) di ruang kerjanya (15/2).
“Faktor lain, pemerintah yang kurang
menoleh bidang kesenian. Karena kemungkinan menurut mereka, kesenian atau
budaya bukan bidang yang pokok untuk membangun sebuah daerah. Padahal infra
struktur dan budaya sama pentingnya. Budaya lokal adalah pembangunan mental,
sedangkan infrastruktur pembangunan pisik. Jika pisiknya bagus, mentalnya bokrok
akan terjadi ketidak seimbangan, akhirnya oleng dan ambruklah sebuah negara.
Selain pembangunan mental, kesenian dan budaya lokal pun bisa dijadikan
orientasi bisnis objek pariwisata, “ tambah LX (30) dalam sebuah obrolan kecil
di GK (Gun Gun Nugraha).
Kegiatan latihan Pencak Silat di Sanggar Seni Gagak
Karancang (Poto: Gun Gun Nugraha)
0 Comments