BENAR
keterangan agama, bahwa harta dan tahta atau kekuasaan merupakan ujian juga bagi
manusia. Banyak manusia tiba tiba menjadi angkuh, merasa dirinya tak lagi membutuhkan
orang lain. Termasuk terhadap
keluarganya sendiri. Karena mereka berfikir bahwa harta yang dimilikinya sudah
cuku memenuhi segala persoalan
hidupnya. Tegasnya, ia merasa
tak akan menyusahkan orang lain. Moal ngariweuhkeun
batur.
Sika pura
pura teu wawuh atau
embung ngaku keluarga itu, bisa jadi karena orang lain di nilai lemah, baik itu secara
ekonomi atau pun
derajat hidupnya.
Sehingga mereka beranggapan,
bila berhubungan akan menjadi beban hidupnya, nyusahkeun
atau bisa jadi eraeun wawuh jeung jelema
teu boga mah. Karena merasa dirinya memiliki status social tinggi dibanding yang lain. padahal dalam hidup social manusia tak
bisa hidup sendiri,
butuh bantuan orang lain. Pekerjaan
apa yang tak membutuhkan
orang lain? Coba jawab!.
Keangkuhan tersebut, telah diketahui dan difahami oleh
semua manusia beragama apa
pun, sebagai fenyakit
hati. Menghalangi jiwanya berkomunikasi dengan tuhan dan membatasi dirinya
menjalani hubungan yang lebih luas dengan manusia lain. Jika istilah Jalaludin
Rumi, kesombongan manusia seperti
debu yang menempel
pada cermin. Menggelapkaan jiwa. Bahkan
menurut ajaraan Islam, bagi orang yang angkuh atau sombong; jangankan menikmati
surga, wanginya pun
tak akan pernah
ia rasakan.
Padahal
jika kita kembali mengingat, bahwa sejatinya manusia berada dalam keadaan
kosong, tak memiliki apa
apa. Berasal dari proses yang sama dan
kembali dalam peristiwa
yang sama. Berasal sama dari sperma,
lahir dalam keadaan telanjang dan jasad kembali ke bumi. Dari tidak ada menjadi
ada dan kembali tidak ada. Ada dan tidak adanya manusia tak seorang pun yang memiliki kuasa.
Seberkuasanya Fir’aun tak bisa menahan dirinya agar tetap hidup. Sepintar pintarnya dokter
menguasai ilmu kesehatan, akhirnya mati juga.
Saya suka menduga, mungkin tuhan sering tersenyum ketika
dalam dada manusia menggulung keangkuhan. Baik itu angkuh oleh ilmu, pendidikan, harta,
jabatan, anak sukses, dan sebagainya. “Memang hirup maneh di dunya teh rek
salilana? Kawas hirup
rek abadi bae!” begitulah dugaan pertanyaan dan pernyataan tuhan. Dan
bisa jadi pertanyaan
dan pernyataan tuhan itu datang
lewat teguran yang nyata, bencana alam misalnya.
Oleh karena itu, segala kekuasaan, kekayaan, kesuksesan
anak dan sebagainya bukan suatu hal yang perlu membuat diri kita angkuh, tolak ipnggang setinggi langit.
Apalagi memutuskan
hubungan keluarga dan persahabatan.
Toh, suatu saat kita akan butuh oleh orang lain. Itu mah pasti
atuh, jelema hirup
bakal butuh ku batur, memangna ka kuburan rek leumpang sorangan?
Sekian, tulisan ini.
Cisewu,
1O Oktober 2016
0 Comments