Poto : Gunung Baduga
SETELAH kami tersesat di lereng Gunung
Baduga, beberapa bulan kemudian saya bertemu dengan bapak Oom Somawijaya, seorang sesepuh Desa Cisewu, Kecamatan Cisewu,
Kabupaten Garut. Saya berbincang tentang sejarah dan dibalik kemisteriusan Gunung
Baduga tersebut. Beliau menjelaskan berdasarkan apa yang ia ketahui dan pernah
dialaminya saat ia berjiarah ke tempat itu.
Menurutnya,
Baduga berasal dari kata badega
(Bahasa Sunda) artinya pembantu. Istilah itu digunakan saat jaman Kerajaan Padjajaran
mengalami keruntuhan. Beberapa orang prajurit, panglima perang dan para
pembantu kerajaan yang setia pada Prabu Siliwangi meninggalkan kerajaan bersama
sang Raja. Tempat itulah yang dijadikan tempat persembunyian dan peristirahatan
para prajurit, diduga saat mereka kehilangan
jejak mengikuti Sri Baduga Maha Raja (Prabu Siliwangi) yang menghindari kejaran
Sang Putra Mahkota Keyan Santang, untuk diIslamkan. Dari situlah para badega
raja menetap di puncak gunung tersebut, hingga akhir hayatnya.
Berdasarkan
cerita dari beberapa nara sumber, di puncak Gunung tersebut terdapat pelataran
yang cukup luas, rumput hijau terhampar. Tak ada daun kering selembar pun. Seakan
disebuah taman. Tak jauh dari tempa itu, terdapat beberapa gua dan makam kuno. Namun
tak memiliki nama, hanyalah tumpukan batu.
Konon
katanya, jika kita berada di puncak Gunung Baduga tersebut. Kita akan dibawa ke
dimensi lain (Alam ghaib). Kita akan melihat berbagai jenis buah-buahan tumbuh
subur -- berbaris rapi, seakan sengaja ditanam. Tapi, jika kita ingin
memakannya harus di tempat itu. Sekenyangnya. Jangan sekali-kali buah-buahan
yang kita petik dibawa pulang. Karena
buah-buahan yang ranum akan berubah menjadi batu atau benda yang lain. Anehkan?
Lebih
aneh lagi, kita akan melihat lumbung padi 25 (dua puluh lima) baris. Bayangkan
saja, jika satu barisnya 10 (sepuluh) buah saja. Sudah 250 buah lumbung padi.
Betapa banyaknya, entah siapa yang membuat. Dan kita akan melihat kehidupan
orang-orang pada jaman dahulu. : Berseragam prajurit lengkap, perempuan
berkebaya, dan para orang tua memakai baju hitam-hitam dan ikat kepala. Apakah
itu hanya ilusi ? Entahlah, yang pasti setiap orang yang berkunjung kesana
banyak yang mengalami serupa. Tapi, catatan : tekadnya harus baik dulu. Ingin
berjiarah, misalnya. Jika hanya ingin coba-coba, akan bernasib seperti saya.
Tersesat. Begitulah cerita singkat ini, untuk sementara. Nanti kalau ada info
tambahan, insyaallah saya tulis lagi. Sudah dulu ya! Muachhh ! **
Cisewu, 16 Juli 2017
0 Comments