MENURUT sebagian masyarakat Jawa Barat bahwa Pahlawan Bagus Rangin seorang tokoh pejuang yang misterius, karena tidak diketahui makam waruga atau badan yang sebenarnya, bahkan keturunannya masih belum jelas. Apalagi pemerintah propinsi Jawa Barat sudah mengajukan supaya Pahlawan Bagus Rangin untuk diangkat sebagai Pahlawan Nasional kepada pemerintahan pusat. Sehubungan itu, mungkin pemerintah pusat akan memberikan penghargaan itu harus kepada siapa ? Karena harus kepada ahli warisnya, yang memang layak keturunan aslinya. Tentu harus kepada orang yang dapat dipertanggungjawabkan. Saya merasa terketuk hati untuk ikut mengomentari hal ini. Namun, bukan berarti saya mengaku ngaku dari keturunan seorang Pahlawan, mungkin hanya sebagai masukan dan mungkin sebagai bahan penelitian bagi para ahli sejarah.
Dalam hal ini, saya akan menjelaskan berdasarkan cerita dan bukti peninggalan benda pusaka dan catatan sejarah mengenai Pahlawan Bagus Rangin yang saya miliki. Saya mendapatkan barang barang itu, sebagai peninggalan dari leluhur saya yaitu :  dari Bapak dan Kakek. Bapak dan Kakek saya tersebut pernah menceritakan soal Bagus Rangin, singkat cerita: pada awalnya, saya membaca di internet tentang Pahlawan yang berasal dari Jawa Barat, diantaranya ada nama Bagus Rangin yang ditulis oleh DR. Haji Sobana Hardjasaputra, beliau seorang Dosen ahli sejarah di Universitas Padjadjaran Bandung, beliau menjelaskannya dengan memakai bahasa Daerah Sunda. Setelah saya baca dan amati ternyata tulisan dosen itu, sesuai dengan apa yang pernah diceritakan oleh bapak dan kakek saya. Sekalipun ada sedikit sedikit yang tidak sesuai, pada dasarnya tulisan DR Sobana banyak yang sama, terutama dalam wilayah tempat berjuangnya Bagus Rangin.

Dalam tulisan pak Sobana pada paragraf terahir menuliskan, bahwa Bagus Rangin tertangkap oleh Belanda dan dihukum mati dengan dipenggal kepala (bahasa Sunda : Ditunggel Jangga ), Bagus Rangin setelah dipenggal kepala oleh Belanda tamat riwayatnya, jadi seolah olah tidak ada cerita kelanjutannya. Saya ingin menyampaikan cerita dari leluhur Saya yang sebenarnya terjadi. Beginilah ceritanya: 


 Waktu itu Bagus Rangin sudah mundur karena keadaan yang memang sudah terdesak oleh Belanda, pada saat terjadi penangkapan, Bagus Rangin punya santri atau murid yang membelot dan  memihak ke Belanda. Ia jadi mata mata Belanda. Bagus Rangin mengetahui bahwa muridnya ada yang menjadi penghianat. Karena Bagus Rangin seorang pejuang dan berilmu tinggi termasuk bisa berganti wujud ( bahasa Sunda : Luhung elmuna jembar panalarna tur tiasa mancalaputra mancalaputri bisa nyumput buni dinu caang ). Akhirnya Bagus Rangin mewadalkan muridnya yaitu santri yang menghianati dirinya itu, dijadikan korban kepada Belanda.
 Santri yang berhianat tersebut, dengan kesaktian ilmunya diserupakan dengan beliau. Oleh Belanda santri penghianat itu ditangkap dan diberi hukuman dengan dipenggal kepalanya. jadi Bagus Rangin sendiri selamat dan lolos dari kepungan Belanda. Karena ganti rupa dan nyumput buni dinu caang, sembunyi dalam keadaan terang tidak ada yang disembunyikan. Kun fayakun Allah menyelamatkannya.
 Setelah bubar perang dari Bantarjati, beliau pindah ke sumber. Dari sana beliau pindah pindah daerah untuk sembunyi sambil nyamar. Berdasarkan keterangan ayah dan kakek saya, beliau menuju perjalanan ke selatan Sumedang, Garut. Akhirnya sampai ke pantai selatan. Pernah ke Pasir angin, perbatasan Kabupaten Ciamis dan Cilacap, mengikuti pantai selatan : Leuweung Sancang, Cilaut Eureun, Santolo, Rancabuaya, Cidamar, Cidaun hingga Cianjur.
 Saat itu, beliau merantau atau istilah Sunda ngalalana bertujuan untuk menghilangkan jejak. Beliau hampir di tiap daerah ada makom nya, itu hanya sebatas tempat persinggahan. Supaya tidak diketahui dan untuk mengecoh Belanda. Oleh karena itu, dimana beliau singgah selalu membuat makam jadi jadian. Dikuburnya hanya perabot perang dan barang barang yang lainnya seperti: keris, golok, pedang, tumbak, termasuk mungkin pakaiannya. Bahkan beliau mengamanatkan kepada pengikutnya : sebutkeun wae kula geus tiwas, tah ieu kuburanana! (sebutkan saja saya sudah meninggal inilah makamnya! ), padahal beliau dari tempat tersebut telah pindah ke tempat lain. Pada saat itu, Belanda merasa kewalahan atas perjuangan Bagus Rangin dan pihak Belanda banyak yang mati dan mengeluarkan materi tidak sedikit. Akhirnya, Belanda mengumumkan atau ngembarkeun. Siapa yang bisa menangkap Bagus Rangin, akan diberi hadiah uang golden. Selain itu, Belanda mengancam anak cucu Bagus Rangin akan ditumpes, ditumpurkeun. Pengumuman itu disampaikan sebelum santri yang berhianat ditangkap.
Pada saat sampai di Cidamar. Beliau tercium oleh antek antek Belanda. Maka Bagus Rangin lari menuju Pantai Selatan, menumpangi kele atau rakit, perahu dari batang pisang. Umpal umpalan di atas gelombang, ahirnya terdampar di pinggir pantai. Sampailah Ki Bagus Rangin di Cisewu, Garut. Beliau sempat mengangkat orang orang  yang dianggap pengikut setia dan berilmu, dijadikan para Senapati, diantaranya : 1. Pangeran Genjreng, 2. Pangeran Bradjasakti, 3. Ki Sewo, dan Ki Pranadjaya. Beliau punya rencana untuk mengadakan lagi pergerakan pemberontakan.
Namun, sebelum melangkah lebih jauh untuk membentuk kekuatan lagi, beliau terlebih dahulu memohon kepada Allah  untuk diberi petunjuk.  Akhirnya beliau datang ke Gunung Wayang Pangalengan, di hulu sungai Citarum bermunajat / tapa, untuk mendapatkan petunjuk. Petunjuk yang beliau dapatkan, jangan dilanjutkan pemberontakan itu. Turunlah Bagus Rangin menyelusuri sungai Citarum, malik mudik, menyelusuri anak sungai Citarum yaitu Cisangkuy. Dari situ sampai di Leuwi Kosta, Tihangroke, Banjaran Bandung. Ganti rupa jadi budak angon kebo ( menjadi anak pengembala kerbau ).
 Dari situ beliau nyamar sebagai pemuda mencari sesuap nasi, dan tinggalah di rumah Ama Aria, Wadana distrik Banjaran Bandung, sebagai pembantu. Karena dianggap anak sendiri, Bagus Rangin diberi kamar. Namun Ama Aria merasa aneh, karena budak angon itu setiap magrib tidak pernah keluar rumah.  Ahirnya suatu hari, pemuda itu ditanya berkali-kali oleh Ama Aria, ahirnya ia mengakui bahwa dirinya adalah Bagus Rangin.


 Ama Aria merupakan paman dari R.A.A.Wiranatakusumah / Dalem Bandung. Maka ia melaporkan hal tersebut  pada sang Dalem, bahwa beliau mempunyai anak angkat bernama : Bagus Rangin. Dalem Bandung RAA wiranatakusumah menutupi keadaan Bagus Rangin, karena beliau mengetahui bahwa Bagus Rangin adalah pejuang yang sedang dicari oleh Belanda. Dan untuk menutupi Belanda, maka Bagus Rangin oleh Dalem Bandung RAA Wiranatakusumah diganti nama menjadi Rd. Sumapradja, dan Ama Aria / Wadana Banjaran Bandung mempunyai adik ipar bernama Nyi Rd Endji,  adik istri Wadana bernama Rd. Muntisa. Ahirnya Bagus Rangin ditikahkan dengan Nyi Rd. Enji dan berumah tangga di kampung Bunut Dangdeur Kiangroke Banjaran Bandung. Makamnya juga ada di daerah tersebut. Pada saat wafat, Bagus Rangin berusia 120 tahun.
Bagus Rangin menikah dengan Nyi Rd. Endji mempunyai putra 9 orang, diantaranya :
1. Rd. Sumaredja, meninggal di Tanah Abang Jakarta,
 2. Rd. Wangsawidjaya, meninggal di kampung Handja Majalaya Bandung,
3. Nyi Rd. Desih ,
 4. Nyi Rd. Ronasih,
5. Nyi Rd. Wiyarsih,
6. Rd. Abdurrohim. Anak nomor 3 sampai 6 : meninggal di Kiangroke Banjaran Bandung. Namun dalam hal gelar, Anak nomor 6 menolak Keradenan, karena pernah ada yang datang dari pihak Belanda. Raden Abdurrohim ketakutan karena Belanda mengancam bahwa anak cucu keturunan Bagus Rangin akan ditumpes ditumpurkan.
7. Rd Tanuwidjaya meninggal di Talagawarna Puncak, beliau dapat tugas dari Dalem Bandung untuk mengamankan wilayah Puncak. Karena saat itu banyak rampog sapi dan kerbau. Sering melintas ke daerah itu, dari Bandung ke Jakarta. Menjadi rawan kejahatan, maka disebut Puncak Jagasatru.
8. Rd. Adiwidjaya meninggal di Ciganea Purwakarta / Buyut saya,
 9. Rd. Djayawisastra meninggal di bogor.
Buyut Rd. Adiwidjaya berputra lima orang : 1. Rd. Sukmawidjaya / kakek saya, 2. Rd. Marmawidjaya, 3. Rd. Andawidjaya meninggal bujangan mau diangkat asisten wadana, 4. Nyi Rd. Siti Umar Haya, 5. Rd. Toniwidjaya. Sedangkan Rd. Sukmawidjaya berputra 3 orang, diantaranya satu putra angkat : 1. Rd Adung Sukmadiputra / Bapak saya, 2. Rd H. Atik Djayasaputra, 3.Nyi Rd. Widaningsih / putra angka.
 Itulah mengenai komentar saya, mohon maaf saya hanya sekedar memberikan masukan dan meluruskan sejarah. Sekian, terima kasih. Wassalam Erawan Sukma Bandung / Karawang.