PAGUYUBAN
BATU AKIK BALONG SIRAH CISEWU
(Membangkitkan
Ajaran Leluhur)
“KURING
ngarasa prihatin ninggali zaman kiwari, loba nilai-nilai karuhun nu geus
direumpak ku masyarakat: gotong royong alias sabilulungan rampak gawe ngawangun
lembur geus langka katinggali. Kitu deui mun pareng masyarakat diajak, Ketua RW
awong-awongan tina sapiker di Masjid, nu datang kerja bakti ukur duaan. Tah
eta, maksud Paguyuban Batuk Akik Balong Sirah (PBABS) diadegkeun teh,” tandas
Eka Yuswanto (Ua Janggot) dalam sebuah obrolan di Padepokannya, JL. Cikuning
212 Cisewu-Garut. Rabu, 29/04.
“Yang penting, semua maksud positif yang sifatnya
membangun daerah. Ya, saya setuju dan mendukung saja. Siapa pun orangnya,
darimana asalnya. Kita harus apresiasi,” tambah Kang Dik Dik, anggota PBABS, seraya memperlihatkan
batu akik miliknya.
Tidak bisa kita pungkiri, apa yang disampaikan Eka
Yuswanto yang dihadiri Ahyan, Asmarandana,
Ua Ara, dan Arif dalam sela-sela latihan lagu hymne paguyuban
ciptaan Latief Rohyana.tersebut, merupakan cetusan yang berangkat dari
kenyataan masyarakat hari ini: Paheuyeuk-heuyeuk
leungeun, rempug jukung, sauyunan. Memelihara negeri, ngolah jeung ngajaga
lemah cai secara ikhlas, telah sepi terjadi. Mungkin bukan hanya ditempat kita,
tapi di seluruh negeri.
Kondisi ini terasa mulai pasca Reformasi 98 hingga
sekarang. Yang diawali guncangnya tatanan ekonomi negara, berpuncak runtuhnya
kekuasaan orde baru. Meluber pada dimensi yang lain: Sosial, agama, budaya, dan
lainnya. Kini berada dalam pusaran badai prahara. Tata nilai masyarakat hancur.
Puluhan seni tradisi punah, pengangguran meningkat, bangsa menjadi
individualistis, kepekaan social dalam membantu sesama berkurang. Saling harga menghargai
antar manusia mulai mengering, bahkan berubah menjadi hampir seperti binatang.
Sebagai contoh: karena uang Rp. 1000 orang tega melenyapkan nyawa orang lain, atau
bahkan Cuma tersinggung kata-kata teman di panggung dangdut atau dalam sebuah
perkumpulan, tidak jarang berujung pembacokan dengan senjata tajam.
Subhanallah!!
Sangat memprihatinkan, dan hari ini: Masyarakat kita
lebih mengutamakan hak daripada kewajibannya sebagai warga negara. Menuntut hak
secara membabi buta, tapi lupa akan kewajiban dirinya sebagai bangsa, sebagai
warga negara, dan sebagai manusia Jika berada di tengah-tengah masyarakat,
tentu saja kita sadar sebagai pribadi yang hidup bukan hanya sendiri, dan tidak
bisa hidup sendiri. Meski memiliki segudang uang. Melainkan bagaimana
seharusnya hidup layaknya sebagai makhluk sosial. Jangan mentang-mentang sedang
dipercaya tuhan banyak harta. Mendadak wajah sinis, memandang pada orang lain,
dan nada suara mendadak kasar untuk menunjukan dia tengah memiliki kekuasaan
serta kekuatan.
Keadaan bangsa seperti itu, tidak bisa kita mengelak
sebagaimana penduduk yang pernah mengalami, menyaksikan sendiri peristiwa
bersejarah negara ini. Goncangnya bahkan rusaknya tatanan social masyarakat
tersebut, sebagai dampak dari robohnya pilar-pilar politik yang dibangun selama
32 tahun. Pada pascanya, Indonesia tengah mencari haluan politik baru. Entah,
haluan politik apa: Sosialis? Komunis? Kapitalis? Atau apa saya tidak tahu.
Yang jelas, sebagaimana kita saksikan bersama, negara ini tengah mencari sistem
demokrasi baru. Tapi demokrasi apa, saya pun tidak tahu. Hanya saya pikir,
sudah jauh dari demokrasi Pancasila. Palsafah Pancasila hanya dijadikan hiasan
dikantor-kantor pemerintahan.
(1)
Ketuhanan yang maha
esa, berubah menjadi manusia yang sepertinya tak bertuhan. Materi menjadi
berhala, dituhankan.
(2)
Kemanusiaan yang adil
dan beradab, berubah menjadi bangsa yang tidak beradab. Saling binasakan antara
sesama dan keadilan jauh dari harapan.
(3)
Persatuan Indonesia,
menjadi perpecahan Indonesia. Terjadi disintegritas. Pemberontakan menuntut
pemisahan wilayah. Satu provinsi telah lepas.
(4)
Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, menjadi
perwakilan dalam permusyawaratan tidak mewakili rakyat. Atau hanya mewakili pribadi
dan golongan/partainya masing-masing.
(5)
Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia, menjadi keadilan hanya bagi orang-orang yang berkuasa
dan punya banyak uang, bagi seluruh pejabat dan orang kaya Indonesia.
Begitulah
kenyataan kehidupan negara sekarang ini, yang merasuk pada jiwa bangsa kita.
Dan keprihatinan Ua janggot (Ketua PBABS)
dan kawan-kawan, bisa jadi keprihatinan banyak
orang (Gun Gun Nugraha).***Cisewu 30/06
2015
Foto: Ua Jangot (Ketua PBABS) Cisewu.
Foto: Paguyuban Batu Akik Balong Sirah Cisewu dalam kegiatan
peresmian gedung UPTD pendidikan Kecamatan Cisewu (2/06).
0 Comments