Budayawan Garut: Rudi Gunawan Harus Segera  Buat Perda Kebudayaan


            Dua tahun lebih H. Rudi Gunawan menjadi Bupati Garut, tapi perhatiannya terhadap aspek-aspek kebudayaan belum menggembirakan bagi para budayawan. Kelompok-kelompok kesenian tradisional di daerah banyak yang gulung tikar, benda-benda purbakala belum menjadi prioritas bahkan tidak sedikit yang dirusak masyarakat, dan sebagainya. Hal itulah yang membuat Warjita, mantan kepala bidang kebudayaan DISBUDPAR Kabupaten Garut merasa Perihatin
            Padahal menurut ia, saat Rudi Gunawan di masa kampanyenya, beliau  memiliki gagasan besar yang brilian. Warjita masih ingat tatkala di undang oleh panitia untuk menghadiri acara kesenian di Padepokan Sobarnas. Hadir waktu itu;  Bajuri, Ketua DPRD kabupaten Garut, dan calon Bupati Garut H. Rudi Gunawan. “ Kami diberikan waktu untuk sambutan, dan Pak Rudi menyampaikan sebuah gagasan yang brilian. Selain itu, beliau pun menyempatkan menunjukan kemampuannya membaca puisi Sunda,” tuturnya (13/05).
            Warjita pun mengetahui, Rudi Gunawan telah memperlihatkan sikap yang mendukung kebudayaan di tahap pencalonan bupatinya. Apalagi kata bapak yang sekarang menjadi staf pegawai DISPORA Garut ini, Rudi Gunawan lahir dari keluarga seniman dari Wanaraja. Disitulah harapan besar kembali muncul. Namun,disayangkan kiprah beliau terhadap kebudayan hingga saat ini belum sesuai yang diharapkan. Kemungkinan  ada hal yang lebih urgen, misalnya; ekonomi dan sarana.
Selain itu, lulusan jurusan sejarah UNPAD itu pun menyayangkan, Bupati Garut sekarang belum membentuk Peraturan Daerah (PERDA) tentang kebudayaan. Sebagai peraturan turunan dari  UU No. 5, 6, 7 tahun 2003 tentang kebudayaan, yang dibuat Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Padahal menurutnya, peraturan turunan  perlu dibentuk oleh pemerintah daerah sebagai payung hukum bagi pelestarian kebudayaan.
Menurut Warjita, bagaimana stakeholder bisa mengembangkan aspek-aspek kebudayaan, jika kita hanya mengandalkan undang-undang atau peraturan dari pusat saja. Sementara di daerah tidak ada peraturan turunan. Maka tidaklah heran jika pelaksanaan pelestarian kebudayan di pusat tajam, sedangkan di daerah lemah. Karena tidak adanya payung hukum. Selain itu, pemerintah kabupaten harus membuat semacam perencanaan atau peta kebudayaan. “Pada tahun 2011, ketika saya masih di DISBUDPAR, saya pernah mengajukan perencanaan kebudayaan tersebut. Namun, tak diwujudkan. Sepertinya kebudayaan itu tidak penting, “ujarnya.

Namun, sejarawan yang lahir di Tasikmalaya tahun 1962 itu pun sangat mengapresiasi upaya Bupati Garut sekarang, salahsatunya membuat agenda tahunan Festival Seni secara besar-besaran di hari Jadi Garut, melalui DISBUDPAR. Selain itu, mewajibkan seluruh pegawai untuk memakai pakaian adat Sunda. Untuk DISBUDPAR, Warjita juga berharap, agar lebih responsif tatkala mendapat informasi tentang kepurbakalaan dan lebih optimal terhadap pelestarian kesenian tradisional. (Gun Gun Nugraha)