Seni Penca Silat Kecamatan Cisewu Tak Bertahta Tak Berdaya
Hirup
teu neut, paeh teu hos. Kata-kata itulah yang pantas bagi perkembangan seni
Penca Silat di Kecamatan Cisewu akhir-akhir ini. Hidup enggan mati tak mau. Beberapa
perguruan Silat telah gulung tikar, karena sepi peminat. Peristiwa ini, seperti
yang dialami Sanggar Seni Gagak Karancang Kecamatan Cisewu. Murid yang awalnya
berjumlah puluhan orang kini yang tersisa cuma 15 (lima belas) orang. Penurunan
jumlah yang miris bila dibandingkan anak-anak masuk ke sebuah pesantren.
“Ini terjadi karena beberapa faktor: pertama, kurangnya dorongan dari orang
tua murid. Kemungkinan mereka menganggap Silat bukanlah ilmu penting untuk
dipelajari. Hanya dijadikan sampingan kegiatan anak, untuk mengisi waktu-waktu
luang. Kedua, Pembina seni sanggar
bisa jadi kurang sosialisasi dan membuat satu pemahaman dengan masyarakat bahwa
nilai-nilai budaya itu wajib dipertahankan dengan didasari beberapa alasan.
Bahwa akar budaya untuk pijakan kita hidup, sebagai identitas berbangsa dan
bernegara,” Ujar Rohana GP, S.Pd. Koordinator bidang pembinaan pencasilat Gagak
Karancang (GK) di ruang kerjanya (1/6).
“Faktor lain, pemerintah yang kurang
menoleh bidang kesenian. Karena kemungkinan menurut mereka, kesenian atau
budaya bukan bidang yang pokok untuk membangun sebuah daerah. Padahal infra
struktur dan budaya sama pentingnya. Budaya lokal adalah pembangunan mental,
sedangkan infrastruktur pembangunan pisik. Jika pisiknya bagus, mentalnya
bokrok akan terjadi ketidak seimbangan, akhirnya oleng dan ambruklah sebuah
negara. Selain pembangunan mental, kesenian dan budaya lokal pun bisa dijadikan
orientasi bisnis objek pariwisata, “ tambah Alek (30) dalam sebuah obrolan
kecil di GK (Gun Gun Nugraha).
0 Comments