Segitiga Bermuda Jabar Selatan:
Gunung Gedogan, Gunung Baduga, dan Balong Sirah
(Sekilas Sejarah dan Mitos)

Oleh: Gun Gun Nugraha

            RINGKIKAN suara kuda di Kecamatan Cisewu dahulu, pada jaman Belanda hingga tahun 60-an bukanlah hal asing. Karena para juragan tanah, para menak atau orang-orang terhormat semua mempunyai kuda. Mereka gunakan sebagai alat tunggangan untuk bepergian ke tempat-tempat kerja dan ke puseur dayeuh Bandung atau Garut kota. Menelusuri jalan terjal dan jalan setapak puluhan kilo meter. Tapi sekarang hanya tinggal sebuah kenangan, --tergantikan oleh mobil dan motor menggilas jalan hotmik.
            Cisewu tempo dulu, mengisahkan bagaimana susahnya dikala ingin pergi ke kota. Masyarakat baru bisa menginjakan kakinya di jalan aspal setelah sampai ke daerah Genteng. Dekat perkebunan Cukul-Pangalengan, Kabupaten Bandung. Begitupun dari arah Garut, baru bisa melihat aspal dan mobil jika sudah sampai ke daerah kecamatan Bungbulang. Benar-benar terisolir. Kondisi jalan seperti itulah, yang membuat orang-orang Cisewu harus rela berjalan kaki sambil memikul barang dan para juragan menunggang kuda menuju perbatasan kota. Serta mereka memiliki tempat khusus untuk menggembala kuda,yang terletak di lereng sebuah bukit bernama Gunung Gedogan
            Namun bersyukurlah, setelah tahun 1965 pemerintah memiliki program pembangunan jalan yang menghubungkan Bungbulang-Cisewu. Melewati daerah Cilumeur tembus ke Kamantren Caringin (sekarang Kecamatan Caringin). Saya ingat cerita ayah, pembangunan jalan tersebut dimotori oleh Aom Emon dari Dinas Pekerjaan Umum. Aom Emon begitu populer di daerah saya, konon katanya memiliki kesaktian.

Gunung gedogan, Balong Sirah, dan Gunung Baduga
Gunung Gedogan adalah salah satu bukit yang memiliki ketinggian sekitar 350 meter, letaknya berada di sebelah timur kantor Desa Cisewu, tepatnya di belakang SMPN 1 Cisewu. Berdasarkan cerita Almarhum Bapa Andang Bin Mad Sa’I (kakek saya): Kuda-kuda milik para juragan sering berkumpul, digembala, bercampur baur dengan kambing dan kerbau di sebuah pelataran tanah desa yang hijau akan rumput di lereng dekat Gunung Gedogan. Dan hingga saat ini tempat tersebut diberinama“Pangangonan” (Tempat menggembala). Serta bukitnya diberi nama “Gunung Gedogan” yang memiliki arti: tempat Kuda atau bukit tempat berkumpulnya kuda. (Gedogan=Istilah Sunda artinya kandang Kuda).
Bukit tersebut memiliki kisah mistik yang turun temurun, dengan hadirnya makhluk “Kuda Samparani”. Menurut almarhum orang tuaku, Kuda Samparani adalah kuda putih yang memiliki dua sayap. Kuda ini dipercaya masyarakat sebagai jelmaan dari alam Ghaib. Dahulu sering kali menampakan diri, terbang dari puncak Gunung Gedogan dan bercampur dengan kuda-kuda peliharaan di lereng gunung.
Berdasarkan cerita warga, kuda Samparani memiliki tiga titik persinggahan, tata letaknya membentuk segitiga. Orang-orang menganalogikannya seperti Segitiga Bermuda. Tempat-tempat itu antaralain: Gunung Gedogan, “Balong sirah”, dan Gunung Baduga. Balong Sirah letaknya di pusat pemerintahan kecamatan Cisewu, yang memiliki seribu mata air. “Balong” artinya Kolam, sedangkan “Sirah” artinya Kepala. Bisa diartikan: Balong Sirah adalah pusat mata air. Dari sinilah awalnya nama Cisewu (Cai/air Sarebu/Seribu) digunakan menamai Desa dan Kecamatan. Sama halnya dengan Gunung Gedogan, Balong Sirah dipercaya memiliki kekuatan mistik, atau lebih mistik dari Gunung Gedogan. Bagi orang yang mempercayainya, air Balong Sirah dikeramatkan dan bisa dijadikan obat untuk segala hal: Lahir dan batin. Kita bisa menyaksikan sendiri, bagaimana masyarakat luar dan dalam sering datang diacara 14 Mulud untuk mandi atau sekedar mengambil separuh airnya. Guna ritual “Ngamuludkeun” (selamatan diri dan benda-benda pusaka. Disamping itu, adapula yang ingin naik pangkat dengan cara sesuai dengan arahan sesepuh atau kuncen. Di tempat ini juga, menurut warga, kuda Samparani sering singgah.
Selain Gunung Gedogan dan Balong Sirah, Gunung Baduga salahsatu bukit yang berada di Kp. Cisiluman, Desa Cibuluh, Kecamatan, Cidaun-Cianjur, letaknya berhadapan dengan Gunung Gedogan tersebut. Menurut kepercayaan warga, kerapkali dijadikan tempat istirahatnya Kuda Samparani. Selain cerita ini, Gunung Baduga diyakini masyarakat Cisewu dan Cidaun memiliki kekuatan mistik yang kuat, bahkan dikaitkan dengan sejarah kerajaan Padjajaran pada masa Prabu Sri Baduga Maharaja (Prabu Siliwangi). Tempat itu, konon katanya, salahsatu bukit yang dulu pernah didatangi oleh para prajurit dan petinggi kerajaan dalam peristiwa pelarian Prabu Sri Baduga Maharaja dan para Prajuritnya saat terjadi Islamisasi di Padjajaran. Wallahu’alam.*** Cikangkung, 10 Januari 2016.


(Cerita ini ditulis dari berbagai sumber)